• Jum'at, 07/02/2025 14:33 WIB
NIVEA Hijab Run 2025, yang akan diselenggarakan pada 23 Februari di Mall Bintaro Jaya Xchange Grup musik rock kenamaan asal Amerika Serikat, Hoobastank, akan menjadi opening act untuk konser The Script - Satellites World Tour 2025 yang akan digelar di Jakarta dan Surabaya. Kedua konser ini dijadwalkan pada Jumat, 14 Februari 2025 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD dan Minggu, 16 F

Festival Voodoo 2025: Menghidupkan Warisan Spiritual Afrika Barat di Benin

- Jum'at, 24/01/2025 16:35 WIB
Festival Voodoo 2025: Menghidupkan Warisan Spiritual Afrika Barat di Benin
Dok IG

Ouidah, Benin – Ribuan orang berkumpul di Festival Voodoo 2025 di Ouidah, Benin, untuk menyaksikan perayaan penuh warna dari salah satu agama tertua di dunia. Dengan tarian, upacara tradisional, dan ritual spiritual yang sarat makna, acara tahunan ini menjadi ajang untuk menggali dan merayakan akar budaya serta warisan spiritual Afrika Barat.

Bagi wisatawan seperti Jaimie Lyne, seorang analis data asal Guadeloupe, festival ini menjadi penghubung personal dengan sejarah leluhur. Rasa ingin tahunya dipicu oleh perjalanan ibunya ke Benin pada tahun 2023, yang semakin mendekatkan mereka dengan tradisi Vodun. “Budaya Vodun mengajarkan kita untuk menghargai hubungan dengan alam dan segala unsur di dalamnya. Ini tentang kesatuan dengan dunia,” ujar Lyne.

Warisan Vodun

Vodun, yang berasal dari Kerajaan Dahomey—cikal bakal Benin—berakar pada animisme dan meyakini bahwa setiap benda di alam, seperti batu, pohon, dan hewan, memiliki roh. Sejak diakui sebagai agama resmi di Benin pada Januari 1996, Vodun telah memainkan peran penting dalam identitas budaya bangsa ini dan kini dipraktikkan oleh lebih dari satu juta orang di negara berpenduduk 13,7 juta jiwa tersebut.

Namun, agama ini sering disalahpahami di luar Afrika. Bagi sebagian orang, Vodun dianggap kuno atau bahkan kontroversial. Meski begitu, banyak yang percaya bahwa agama ini adalah simbol kekayaan spiritual dan sejarah Afrika.

Kekuatan Sejarah dan Diaspora

Festival ini tidak hanya menjadi ajang perayaan budaya, tetapi juga momen refleksi atas sejarah perbudakan yang memilukan. Selama abad ke-18 dan ke-19, sekitar 1,5 juta budak dideportasi melalui Bight of Benin, termasuk dari pelabuhan Ouidah, menuju Amerika Serikat, Brasil, dan Karibia. Dalam proses ini, Vodun ikut tersebar, bercampur dengan agama Katolik, dan berkembang menjadi Voodoo di Karibia dan Amerika.

Pendeta Vodun Suzanne Celeste Delaunay Belleville menyebutkan pentingnya festival ini sebagai cara untuk menampilkan keindahan dan nilai-nilai Vodun kepada dunia. “Dari Haiti hingga Guadeloupe, Kuba, dan Brasil, Vodun tetap hidup dalam berbagai bentuk dan nama, namun selalu membawa pesan sejarah dan spiritualitas yang sama,” ujarnya.

Menghidupkan Identitas Lewat Vodun

Bagi Jaimie Lyne, pengalaman ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang identitas leluhurnya. “Ini bukan hanya tentang kegembiraan, tapi tentang menemukan kembali diri saya dan asal-usul saya. Festival ini mengisi kekosongan dalam cerita keluarga saya dan membuat saya merasa lebih utuh,” ungkapnya.

Wali Kota Ouidah, Christian Houetchenou, menegaskan bahwa festival ini adalah ajang penting untuk merayakan budaya dan spiritualitas Afrika. “Hari-hari Vodun adalah kembalinya agama ini ke akarnya, bagi semua orang Afrika. Ini adalah momen untuk menjalani seni, budaya, dan spiritualitas Vodun dengan sepenuh hati,” ujarnya.

Festival Voodoo di Benin kini menjadi magnet bagi wisatawan internasional yang ingin memahami lebih dalam tentang tradisi Afrika Barat. Di tengah modernisasi global, acara ini menegaskan bahwa Vodun bukan sekadar agama, tetapi juga jembatan yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan.

 

Sumber :VOA Indonesia

Tags

Artikel Terkait

Terkini